Kamis, 01 Desember 2011

karet


PROSPEK AGRIBISNIS KARET DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai US$ 2.0 milyar, dan diperkirakan nilai ekspor karet pada tahun 2006 akan mencapai US $ 4,2 milyar (Kompas, 2006).
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.
Pada makalah ini disajikan,  perkembangan pasar komoditi karet alam dilihat dari permintaan dan penawaran karet alam sampai dengan tahun 2035, dan prospek agribisnis karet dilihat dari klon-klon karet rekomendasi dengan potensi produksinya, kebutuhan investasi dan kelayakan finansial pengusahaan kebun karet, serta hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam rangka pengembangan agribisnis karet di Indonesia.


PERKEMBANGAN PASAR KARET ALAM
Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia seharihari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi karena sumber bahan baku relatif tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan.
Secara fundamental harga karet alam dipengaruhi oleh permintaan (konsumsi) dan penawaran (produksi) serta stock/cadangan.


a. Pertumbuhan Konsumsi Karet Alam
Konsumsi karet alam dunia dalam dua dekade terakhir meningkat secara drastis, walaupun terjadi resesi ekonomi dunia pada awal tahun 1980-an dan krisis ekonomi Asia pada tahun 1997/1998. Selama tahun 1980-2005 konsumsi karet alam mengalami pertumbuhan yang menurun dan stagnan di Eropa, dan di Jepang pada periode 1990 juga stagnan, akan tetapi terjadi pertumbuhan yang tinggi seperti China dan negara berkembang lainnya.

Pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan Brazil, memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan.
Menurut International Rubber Study Group (IRSG), diperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan karet alam pada periode dua dekade ke depan. Hal ini menjadi kekuatiran pihak konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone, Goodyear dan Michelin. Sehingga pada tahun 2004, IRSG membentuk Task Force Rubber Eco Project (REP) untuk melakukan studi tentang permintaan dan penawaran karet sampai dengan tahun 2035. Hasil studi REP meyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet alam. Produksi karet alam pada tahun 2005 diperkirakan 8.5 juta ton. Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1% dan Malaysia -2%. Pertumbuhan produksi Indonesia ini dapat dicapai melalui peremajaan atau penaman baru karet yang cukup luas, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5 juta ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton.

b. Pertumbuhan Produksi Karet Alam
Penawaran karet alam dunia meningkat lebih dari tiga persen per tahun dalam dua dekade terakhir, dimana mencapai 8.81 juta ton pada tahun 2005 . Pertumbuhan tersebut berasal dari negara produsen Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan lainnya. Produksi karet Thailand menjadi dua kali lipat selama periode 1980-1990 dan 1990-2000. Juga India dan China pada periode yang sama akan tetapi negara tersebut masih sebagai net importir untuk karet alam. Malaysia sejak tahun 1991 tidak lagi menjadi produsen utama karet alam dunia tetapi digeser oleh Thailand, sementara itu Indonesia tetap sebagai negara produsen kedua. Thailand memproduksi lebih dari 33% karet alam dunia pada tahun 2005, sementara Indonesia dengan pangsa produksi 26% dan Malaysia tinggal 13%.

c. Keseimbangan Penawaran dan Permintaan Karet Alam Dunia
Bedasarkan data IRSG (2004a), ketakseimbangan (imbalance)penawaran dan permintaan karet alam mulai terlihat sejak tahun 1900-an(surplus/defisit dari penawaran karet alam), dan berpengaruh terhadap cadangan(stock) karet alam dunia. Secara teoritis, harga diharapkan akan bereaksidengan ketakseimbangan penawaran dan permintaan. Dimana kenaikan hargaterjadi karena defisit penawaran dan turunnya harga karena surplus penawaran. Hal tersebut tentunya akan menyulitkan bagi pelakupasar dalam mengambil keputusan.Menurut Ng (1986), tidak berpengaruhnya surplus/defisit pasokan dancadangan terhadap harga karet dunia, disebabkan oleh adanya imperfectknowledge terhadap penawaran dan permintaan global karet alam pada waktutertentu (adanya senjang waktu karena masalah akses informasi) serta adanyakegiatan spekulasi dan hedging pada kegiatan pemasaran karet alam duniaseperti forward purchase, future contract, longterm arrangement, dansebagainya.

d. Perkembangan Harga Karet Alam
Karet sintetik sebagai produk hasil industri harganya relatif lebih stabil dibandingkan dengan karet alam. Selain itu, karet sintetik yang umumnya diproduksi dan dikonsumsi negara industri, harganya cenderung naik sejalan dengan harga bahan baku, kenaikan biaya produksi dan tingkat inflasi dari negara produsen. Hal ini sangat berbeda dengan harga karet alam yang berfluktuasi yang dipengaruhi oleh kondisi alam (cuaca/iklim), nilai tukar dan perkembangan ekonomi negara konsumen. Untuk menghindari kerugian karena gejolak harga karet alam, pasar berjangka (future trading) karet menyediakan sarana dan mekanisme lindung nilai (hedging). Pasar berjangka karet alam yang saat ini menjadi panutan/pedoman dunia adalah Singapura (SICOM) dan Jepang (TOCOM), serta yang relatif baru di Thailand (AFET) dan China (SHFE). Sedangkan pasar fisik (physical/spot) karet alam, selain di Singapura dan Jepang juga terdapat di negara produsen seperti Malaysia dan Thailand serta di negara-negara konsumen seperti di Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Dari 35 mutu karet alam yang diperdagangkan dunia secara fisik, hanya tiga mutu (RSS 1, RSS 3, TSR 20) yang dijadikan mata dagangan di pasar berjangka karet. Pasar atau bursa berjangka disebut juga pasar yang terorganisasi dan harga penyerahan hingga 12 bulan ke depan yang terbentuk disebarluaskan. Pada pasar fisik umumnya hanya harga hingga penyerahan tiga bulan kedepan yang terbentuk (BPEN, 2003).
Pada pasar karet global, Singapura dan Kuala Lumpur dikenal sebagaipasar dari kawasan produsen. Sementara itu London, New York dan Tokyosebagai pasar dari kawasan konsumen. Karena perbedaan waktu antara Tokyo(Jepang) dengan negara-negara produsen utama karet hanya sekitar 1- 2 jam,sehingga pasar dari dua kawasan tersebut memperlihatkan pergerakan yangsama. Jepang (Tokyo dan Osaka) sebagai salah satu negara konsumen utamakaret alam, kadang-kadang menstimulasi pasar di negara konsumen (Yoko,2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi tren harga karet alam adalah:pasar luar negeri, permintaan dan penawaran (ekspor dan cadangan), situasipolitik dan ekonomi internasional, tren nilai tukar, harga karet sintetik (harga SBRdan harga minyak bumi), pertumbuhan ekonomi global (konsumen utamaseperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan China) dan industri otomotif.Walaupun relatif kecil, harga karet sintetik juga cenderung fluktuatif sepertikaret alam. Sebelum tahun 1990 fluktuasi harga karet sintetikdisebabkan oleh kenaikan biaya produksi dan inflasi, setelah tahun 1990fluktuasi harga karet sintetik lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan hargaminyak mentah. Isu utama yang berhubungan dengan industri karet sintetikadalah harga minyak mentah, dan dampaknya terhadap harga dan permintaankaret sintetik. Menurut IRSG (2004b), apabila terjadi kenaikan atau penurunanharga minyak mentah maka dampaknya terhadap industri hilir pada pasarpetrokimia, dalam hal ini adalah pasar butadiene dan stryrene, dan dampaktersebut baru terlihat 2-3 bulan kemudian.
Akan tetapi pada tahun-tahun lainnya harga karet alam didiskon lebih rendah daripada harga SBR sebagai refleksi tekanan yang dialami oleh kondisi pasar karet alam. Perbedaan harga antara karet alam dengan karet sintetik menjadi faktor kunci yang mempengaruhi substitusi antara keduanya, disamping besarnya tingkat cadangan yang tersedia. Menurut Honggokusumo, cadangan yang dipunyai pabrik ban (afloat stock) dan kualitas ban akan mempunyai peran yang besar pada keputusan perusahaan apakah memakai lebih besar karet alam atau karet sintetik (IRSG, 2004b). Menurut Budiman (2004), permintaan karet sintetik akan terus tumbuh didorong oleh perkembangan industri automotif dan ban di China. Karet sintetik yang dominan digunakan oleh industri ban adalah SBR dan BR. Seperti halnya karet alam, secara ekonomi karet sintetik adalah derived demand dari permintaan ban, dimana dari sisi pasokan diturunkan dari monomernya atau cadangan dari styrene dan butadiene. Lebih lanjut dikatakan, secara ekonomi permintaan karet alam dan sintetik ditentukan oleh kondisi sekarang dan perkembangan ke depan dari industri otomotif. Dengan perkembangan ekonomi
yang pesat dan peningkatan standar kehidupan dari negara-negara yang padat penduduknya, maka permintaan semua jenis ban akan meningkat di masa yang akan datang.
Sejak pertengahan tahun 2002 harga karet mencapai harga US$ 1.00/kg, dan sampai sekarang ini telah mencapai US$ 2.20/kg untuk harga SIR 20 di SICOM Singapura. Diperkirakan harga akan stabil sekitar US$ 2.00 pada tahun 2007 dan pada jangka panjang sampai 2020, dikarenakan permintaan yang terus meningkat terutama dari China, India, Brazil, Rusia dan negara-negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia-Pasifik.
PROSPEK AGRIBISNIS KARET DI INDONESIA
Harga karet alam yang membaik saat ini harus dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan teknologi budidaya lainnya. Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada tahun 2025.
Sasaran produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila areal kebun karet(rakyat) yang saat ini kurang produktif berhasil diremajakan denganmenggunakan klon karet unggul secara berkesinambungan.

a. Investasi dan Anilisis Finansial Usaha Perkebunan Karet
Tanaman karet memerlukan waktu 5-6 tahun untuk dapat disadap, oleh karena itu pembangunan perkebunan karet memerlukan investasi jangka panjang dengan masa tenggang 5-6 tahun. Biaya investasi dan pemeliharaan TBM dan TM dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Biaya Investasi Karet dan Pemeliharaan TBM dan TM (1 ha).

Uraian
Biaya(Rp/ha)
1.  Biaya sertifikasi lahan
400.000
2.  Pembukaan lahan dan penanaman
7.449.888
3. Pemeliharaan TBM (th 1-5)
12.664.125
TOTAL BIAYA INVESTASI (TBM) 20.514.013

20.514.013
4. Biaya Pemeliharaan TM: per tahun
     Umur 6 - 15 tahun
     Umur 16 - 25 tahun
     Umur 26 - 28 tahun
     Umur 29 - 30 tahun

4.347.500
3.774.500
3.349.000
2.305.750

Dengan asumsi tingkat produksi rata-rata 1.576 kg karet kering/ha/tahun, harga FOB SIR 20 : US $ 1,70/kg dan kurs: Rp 9.000/US $ (awal tahun 2006) dan harga di tingkat petani 80% FOB, dilakukan perhitungan kelayakan finansial usaha perkebunan karet diukur dengan tingkat Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV) dan B/C ratio. Bila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang diberlakukan yaitu 18%, maka usaha perkebunan karet layak secara finansial. Bila NPV lebih besar dari nol (positif) maka usaha adalah layak, pada discount rate yang ditentukan yaitu sebesar 18%. Perhitungan nilai IRR dan NPV berdasarkan pada arus kas selama 30 tahun dengan asumsi biaya tetap, namun harga jual menggunakan 3 skenario yaitu: harga naik 20%, harga saat ini dan harga turun 10%, adalah seperti yang tertera di Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa proyek pada tingkat bunga 18% usaha perkebunan karet masih layak, demikian juga pada saat harga karet turun 20%, nilai NPV masih positif dan IRR lebih dari 18%. Apabila ada skim kredit yang tingkat bunganya lebih rendah (14%), maka tingkat kelayakan usaha akan semakin tinggi.







Tabel 5. Hasil Analisa Finansial Pembangunan Kebun Karet (1 ha).

Skenario(bunga= 18%)
NPV(juta Rp)
IRR (%)
B/C rasio
Harga jual karet naik 20%
26.6
34.5
1.30
Harga jual saat ini (awal tahun 2006)
19.2
31.5
1.17
Harga jual karet turun 10%
11.7
27.4
1.05
Skenario ( bunga = 14%)

NPV(juta Rp)
IRR (%)
B/C rasio
Harga jual karet naik 20%
47.6
34.5
1.33
Harga jual saat ini (awal tahun 2006)
35.8
31.5
1.20
Harga jual karet turun 10%
24.0
27.4
1.07

b. Pengembangan Agribisnis Karet di Indonesia
Dengan kondisi harga karet sekarang ini yang cukup tinggi, maka momen tersebut perlu dimanfaatkan dengan melakukan percepatan peremajaan karet rakyat dengan menggunakan klon-klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani. Strategi di tingkat on-farm yang diperlukan adalah :
Ø  penggunaan klon unggul dengan produktivitas tinggi (2-3 ton/ha/th).
Ø  percepatan peremajaan karet tua seluas 400 ribu ha sampai dengan tahun 2009 dan 1,2 juta ha sampai dengan 2025.
Ø  diversifikasi usahatani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan ternak, dan
Ø  peningkatan efisiensi usahatani. Sedangkan di tingkat off-farm adalah :
·         peningkatan kualitas bokar berdasarkan SNI.
·         peningkatan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani.
·         penyediaan kredit untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama.
·         pengembangan infrastruktur.
·         peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir.
·         peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar